“Di taman itu… aku melihat dia… dia kelihatan amat sedih… aku
kadang bertanya-tanya, mengapa gadis secantik dia, bisa mengeluarkan airmata
itu. Dari raut wajahnya saja, aku merasa ikut sedih dan andai saja aku bisa
mengatakan, “Adakah yang bisa aku bantu
untuk meringankan kesedihan kamu?”… Lalu, dia menatapku, sambil tersenyum…
tanpa berbicarapun, aku sudah merasakan pesona dan seakan melihatnya tersenyum
saja sudah cukup merasakan dia tahu aku peduli padanya, melarang dia untuk
menangis dan bersedih… akan tetapi… akankah aku akan melihat dia lagi?? Akankah
aku bisa melihat dia… menatapku dengan wajah dan senyum itu kembali…? Oh… aku
jatuh cinta… apakah bisa aku mengatakan cinta?? Bisakah aku menyatakan cinta
itu, sedangkan aku bahkan tak yakin bisa melihatnya kembali…” – “And… CUT!!!” suara sang sutradara memecah suasana shooting yang diam
tanpa suara. Aku menyaksikan betapa mempesona nya aktor yang sedang memainkan
perannya dengan sangat menyentuh. Bahkan, boleh dikatakan “almost perfect”, layaknya fairytale
yang sering aku baca. Yup, dialah
aktor yang diidam-idamkan setiap wanita, Rafa Viennor. Rafa, adalah
idola semua wanita-wanita, dan (mungkin) pria-pria yang jealous, karena dia begitu ganteng, suara begitu lembut tapi
terdengar so macho, yet sweet. Tapi,
bukan dia yang aku ingin ceritakan pada para pembaca semua, namun idola aku
idam-idamkan, sutradara Vicky Chandrasentara. Dia memang tidak sepopuler
dan seganteng Rafa, tapi dia memiliki sesuatu yang lebih, yang aku sendiri
tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Mungkin “Attraction”… atau “Love”?,
I don’t know… tapi yang jelas, aku bisa
memutar semua DVD yang disutradarai olehnya berkali-kali dan tidak pernah bosan,
karena aku sudah jatuh cinta pada Vicky.
Oops.. jangan salah! Aku bukan orang yang maniak,
agresif, serta manghalalkan segala cara untuk mendapatkan semua yang aku
inginkan. Aku lebih memilih cara tradisional, ‘Let the Cupid do the job’ itu moto hidupku.. err, salah satunya.
Kalau aku dan Vicky memang ditakdirkan bersatu, terima kasih Tuhan… tapi, kalau
tidak… aku hanya bisa menangis dikamar seharian, menonton serial Taiwan yang sering aku bayangkan betapa
samanya nasibku diawal sampai di pertengahan cerita, Cuma perbedaannya terletak
pada akhir cerita, aku belum tahu apa akhir cerita cintaku itu… well, aku sudah menonton hampir semua
film-film yang disutradarai oleh Vicky, termasuk yang “Roses are Black”, yang membuatku merinding, karena kisah cintanya
yang sungguh mengharukan. Oh my… my
favorite part is saat aktor utamanya (uhum… aku lupa namanya, karena Vicky
menjadi guest appearance… xixixi) rela ditusuk duri mawar oleh sang kekasih,
karena perbedaan dunia diantara mereka… how
sweet… itu yang sampai sekarang membuat aku merasa bahwa tak ada film yang
lain, yang mampu menandingi film yang disutradarai oleh Vicky sendiri. Namanya
juga, number one fan, jadi so pasti… I will support him, no matter what.
Well, setelah panjang
bercerita… aku hampir lupa untuk memperkenalkan diriku sendiri. Seperti kata
peribahasa, tak kenal maka tak sayang… maka, akupun memperkenalkan diriku
dengan cara yang sedikit berbeda. Aku memang tidak habis-habis nya kalau
disuruh menjelaskan tentang Vicky. Bahkan, kalau ada perlombaan untuk membuat
buku biografi tentang dia, akulah yang akan mati-matian duduk didepan
laptop-ku, menulis apapun yang aku tahu tentang dia. Andai, aku berfikir
bagaimana caranya aku bisa menarik perhatian dia, sedangkan dia saja bahkan
tidak kenal denganku sedikitpun. Dari ribuan fans nya di Indonesia, apakah dia
tahu kalau aku sering meng-update comment-comment ku di Facebook fanpage dia,
ataupun mengirim email tiap 2 hari sekali ke website FanClub resmi Vicky
Chandrasentana? Well, aku tidak terlalu banyak berharap, karena dari sekian
banyak fans-fans nya itu, tentunya akan sangat sulit bagiku untuk muncul dan
menarik perhatiannya. Kemungkinan pun, dia tidak pernah melihat comment-comment
ku, karena pihak management nya yang biasa mengatur masuk nya comment-comment
yang ditujukan pada nya. T.T…
^.^ oh iya… aku kelepasan lagi…
maaf yah… uhum… namaku, April Syazri, aku adalah seorang gadis oriental yang berumur
19 tahun, sekarang sedang menjalani perkuliahan semester 3 di salah satu
universitas di Indonesia. Aku juga bekerja part-time sebagai Hair Stylist di
salon milik ibuku. Memang tidak bisa disebut part time juga, karena itu salon ibuku dan aku terkadang full day
bekerja saat liburan. Tapi, karena aku diperlakukan secara “professional”,
seperti kata ibuku, aku bisa mengkategorikan diriku sebagai salah satu karyawan
disalon itu. Selain itu, aku hobi sekali blogging, sampai akulah yang membuat
website untuk mempromosikan salon ibuku itu. Tapi, sedikit, bahkan hampir tidak
ada yang tahu tentang blog tempat aku mencurahkan semua isi hatiku itu, yang
sudah aku buat sejak lama, bahkan sebelum aku mengenal dan tergila-gila dengan
Vicky.
Senang sekali, tadi pagi aku
melihat secara streaming bagaimana Vicky sedang mengarahkan sebuah film
terbarunya yang berjudul, “China Sakura” yang dibintangi oleh aktor populer
Rafa Vienno, dengan aktris pendatang baru Lily Lee. Oh, tampaknya ini bakal
jadi film yang hebat, karena ini film pertama yang akan di filming di Shanghai
dan Taiwan. WOW!!! Hebat, seperti layaknya drama-drama Taiwan yang sering aku
tonton, aku bisa membayangkan setting yang unik, yang menurutku akan ada
perpaduan jepang dan korea yang dapat membuat penonton terbayang-bayang dengan
story yang masih dirahasiakan itu. Tapi, aku bangga dengan diriku sendiri
tentunya, kalau aku dapat melihat secara live (streaming tentunya) adegan,
serta yang terpenting… wawancara eksklusif dengan Vicky!!! Itu yang aku
nanti-nantikan. Tapi sayangnya, wawancara itu baru akan ditayangkan setelah
film itu dirilis, yang pasti akan sangat lama, mengingat shooting dilakukan
diberbagai tempat. Waktu di jam dinding segitiga kamarku menunjukkan pukul
10.30. hari minggu. Seperti biasanya, tiap minggu pagi, aku selalu bangun lebih
pagi dari sebelumnya, untuk meng-update blog, melihat notification Facebook dan
Online streaming melihat kabar terbaru dunia selebriti. Untuk wanita 19 tahun,
wajarkan kalau aku juga hobi internetan? Tiba-tiba pintu kamarku diketuk, dan
suara Ibu memanggilku untuk segera siap-siap, karena hari ini, aku dan Ibu akan
ke salon bersama-sama. “April, cepat! Ibu tidak punya banyak waktu. Kamu pasti
internetan lagi ya, pagi-pagi…? Kalau tidak, ibu berangkat duluan nih… Bibi
Nancy sudah di depan salon…”, sahut Ibu kencang, langsung membuat aku bergegas
untuk mandi dan berpakaian rapi. Aku memang bukanlah pemandi yang lama, karena
menurutku itu sebuah hal yang amat membosankan. Buat apa aku berlama-lama
dikamar mandi, kalau aku bisa berjam-jam duduk di laptop seharian?. Tapi, ini
yang selalu dipermasalahkan oleh Ibuku, karena mereka menganggap aku jorok dan,
kadang Ibu tidak percaya aku sudah bersih mandi, dan kemudian menyuruh aku
untuk mandi sekali lagi dengan Ibu menunggu di depan kamar mandi. Terpaksalah
aku berlama-lama sedikit, kadang diiringi nyanyian kecil, agar Ibu percaya kalau
aku wanita yang sedang “mandi”, padahal aku sudah sangat yakin aku mandi dengan
amat bersih. Akhirnya, setelah 15 menit, aku sudah siap berpakaian, aku menemui
Ibu di lantai dasar. “Cepat sekali mandinya, benaran mandi, atau Cuma cuci muka
aja?”, tanya Ibu sinis. “Ibuku sayang, coba deh cium baunya… Shampo nya wangi
kan… Aku juga udah pake lotion, dan parfum… ibu percaya ‘kan, aku sudah
mandi??”, jawabku sambil memeluk Ibu, sambil bergegas ke mobil. “bu, hari ini,
aku mau naik sepatu roda aja, mau jalan-jalan bentar lewat taman. Ibu duluan
aja yah…”. “ya sudah, tadi seharusnya kamu bilang dulu, jadi Ibu bisa langsung
pergi, kan ga enak sama Bibi Nancy, udah nunggu lama…”, jawab Ibu menasehatiku.
Ibu memang orangnya bijaksana, dan sangat menghargai orang lain, maklumlah,
semenjak Ayah meninggal dunia 2 tahun lalu, tepatnya 12 Desember 2008, Ibu
dituntut untuk menjadi kepala rumah tangga sekaligus mengurus semua biaya untuk
menghidupi aku. “Aku pergi dulu ya, Bu… Ntar aku bawain coklat buat bibi…”, aku
langsung meluncur dengan sepatu rodaku.
Suasana pagi memang sangat
indah. Aku tidak mau tinggal terlalu dekat dengan pusat kota, karena selain
hiruk pikuk yang tidak bisa dianggap angin lalu aja, asap-asap kendaraan bisa
merusak pagi yang seharusnya dihabiskan dengan sehat. Di taman tempat aku biasa
lewat, tiap minggu pasti ada kumpulan nenek dan kakek lanjut usia yang sedang
berolahraga ‘taiji’, kumpulan ibu-ibu yang yoga, dan kalau agak sedikit ke
ujung taman ada lapangan voli, yang biasanya banyak cowok-cowok ganteng bermain
basket. Karena masih pagi, tidak begitu banyak kendaraan yang lewat. Aku tidak
bisa melewatkan waktu ini, untuk menutup mataku sejenak sambil meluncur dengan
sepatu roda, menikmati angin pagi yang segar. Dari jauh, aku mendengar ada yang
berteriak, namun aku tidak menghiraukannya. “Awas…”, dan saat aku membuka mata…
Arrrrggghhh!!!!!... Bruuukkk…!!! Aku jatuh ditabrak oleh sebuah sepeda. Jelas
saja aku marah, karena kaki kiriku sedikit lecet karena tubrukan tadi. “Eh,
kamu… Gimana sih… Sembarangan ditengah… memangnya jalan milik kamu apa!!!”,
seorang pria marah-marah sambil menegakkan kembali sepedanya. Aku langsung
berdiri, lalu berbalik… Astaga… Cowok ini… sepertinya aku pernah lihat… tapi
dimana yah… Ganteng walau berkacamata hitam, tinggi, sedikit atletis… tapi, aku
segera sadar kalau dia jugalah yang marah-marah padaku… aku langsung membentak
balik tanpa berpikir panjang, “Oh, jadi aku salah… kenapa kamu ga’ kontrol cara
kamu bersepeda? Kok bisa, seorang cowok kayak kamu bisa jatuh dari sepeda, lalu
nyolot… dasar, so not gentle!”, akupun langsung menginjak kakinya, dan meninggalkan
pria itu dengan sebal.
= To be Continued =