Sunday, January 1, 2012

Half Apple - chapter One: Idolized


Di taman itu… aku melihat dia… dia kelihatan amat sedih… aku kadang bertanya-tanya, mengapa gadis secantik dia, bisa mengeluarkan airmata itu. Dari raut wajahnya saja, aku merasa ikut sedih dan andai saja aku bisa mengatakan, “Adakah yang bisa aku bantu untuk meringankan kesedihan kamu?”… Lalu, dia menatapku, sambil tersenyum… tanpa berbicarapun, aku sudah merasakan pesona dan seakan melihatnya tersenyum saja sudah cukup merasakan dia tahu aku peduli padanya, melarang dia untuk menangis dan bersedih… akan tetapi… akankah aku akan melihat dia lagi?? Akankah aku bisa melihat dia… menatapku dengan wajah dan senyum itu kembali…? Oh… aku jatuh cinta… apakah bisa aku mengatakan cinta?? Bisakah aku menyatakan cinta itu, sedangkan aku bahkan tak yakin bisa melihatnya kembali…” – “And… CUT!!!” suara sang sutradara memecah suasana shooting yang diam tanpa suara. Aku menyaksikan betapa mempesona nya aktor yang sedang memainkan perannya dengan sangat menyentuh. Bahkan, boleh dikatakan “almost perfect”, layaknya fairytale yang sering aku baca. Yup, dialah aktor yang diidam-idamkan setiap wanita, Rafa Viennor. Rafa, adalah idola semua wanita-wanita, dan (mungkin) pria-pria yang jealous, karena dia begitu ganteng, suara begitu lembut tapi terdengar so macho, yet sweet. Tapi, bukan dia yang aku ingin ceritakan pada para pembaca semua, namun idola aku idam-idamkan, sutradara Vicky Chandrasentara. Dia memang tidak sepopuler dan seganteng Rafa, tapi dia memiliki sesuatu yang lebih, yang aku sendiri tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Mungkin “Attraction”… atau “Love”?, I don’t know… tapi yang jelas, aku bisa memutar semua DVD yang disutradarai olehnya berkali-kali dan tidak pernah bosan, karena aku sudah jatuh cinta pada Vicky.
            Oops.. jangan salah! Aku bukan orang yang maniak, agresif, serta manghalalkan segala cara untuk mendapatkan semua yang aku inginkan. Aku lebih memilih cara tradisional, ‘Let the Cupid do the job’ itu moto hidupku.. err, salah satunya. Kalau aku dan Vicky memang ditakdirkan bersatu, terima kasih Tuhan… tapi, kalau tidak… aku hanya bisa menangis dikamar seharian, menonton serial Taiwan yang sering aku bayangkan betapa samanya nasibku diawal sampai di pertengahan cerita, Cuma perbedaannya terletak pada akhir cerita, aku belum tahu apa akhir cerita cintaku itu… well, aku sudah menonton hampir semua film-film yang disutradarai oleh Vicky, termasuk yang “Roses are Black”, yang membuatku merinding, karena kisah cintanya yang sungguh mengharukan. Oh my… my favorite part is saat aktor utamanya (uhum… aku lupa namanya, karena Vicky menjadi guest appearance… xixixi) rela ditusuk duri mawar oleh sang kekasih, karena perbedaan dunia diantara mereka… how sweet… itu yang sampai sekarang membuat aku merasa bahwa tak ada film yang lain, yang mampu menandingi film yang disutradarai oleh Vicky sendiri. Namanya juga, number one fan, jadi so pasti… I will support him, no matter what.
Well, setelah panjang bercerita… aku hampir lupa untuk memperkenalkan diriku sendiri. Seperti kata peribahasa, tak kenal maka tak sayang… maka, akupun memperkenalkan diriku dengan cara yang sedikit berbeda. Aku memang tidak habis-habis nya kalau disuruh menjelaskan tentang Vicky. Bahkan, kalau ada perlombaan untuk membuat buku biografi tentang dia, akulah yang akan mati-matian duduk didepan laptop-ku, menulis apapun yang aku tahu tentang dia. Andai, aku berfikir bagaimana caranya aku bisa menarik perhatian dia, sedangkan dia saja bahkan tidak kenal denganku sedikitpun. Dari ribuan fans nya di Indonesia, apakah dia tahu kalau aku sering meng-update comment-comment ku di Facebook fanpage dia, ataupun mengirim email tiap 2 hari sekali ke website FanClub resmi Vicky Chandrasentana? Well, aku tidak terlalu banyak berharap, karena dari sekian banyak fans-fans nya itu, tentunya akan sangat sulit bagiku untuk muncul dan menarik perhatiannya. Kemungkinan pun, dia tidak pernah melihat comment-comment ku, karena pihak management nya yang biasa mengatur masuk nya comment-comment yang ditujukan pada nya. T.T…
^.^ oh iya… aku kelepasan lagi… maaf yah… uhum… namaku, April Syazri, aku adalah seorang gadis oriental yang berumur 19 tahun, sekarang sedang menjalani perkuliahan semester 3 di salah satu universitas di Indonesia. Aku juga bekerja part-time sebagai Hair Stylist di salon milik ibuku. Memang tidak bisa disebut part time juga, karena itu salon ibuku dan aku terkadang full day bekerja saat liburan. Tapi, karena aku diperlakukan secara “professional”, seperti kata ibuku, aku bisa mengkategorikan diriku sebagai salah satu karyawan disalon itu. Selain itu, aku hobi sekali blogging, sampai akulah yang membuat website untuk mempromosikan salon ibuku itu. Tapi, sedikit, bahkan hampir tidak ada yang tahu tentang blog tempat aku mencurahkan semua isi hatiku itu, yang sudah aku buat sejak lama, bahkan sebelum aku mengenal dan tergila-gila dengan Vicky.
Senang sekali, tadi pagi aku melihat secara streaming bagaimana Vicky sedang mengarahkan sebuah film terbarunya yang berjudul, “China Sakura” yang dibintangi oleh aktor populer Rafa Vienno, dengan aktris pendatang baru Lily Lee. Oh, tampaknya ini bakal jadi film yang hebat, karena ini film pertama yang akan di filming di Shanghai dan Taiwan. WOW!!! Hebat, seperti layaknya drama-drama Taiwan yang sering aku tonton, aku bisa membayangkan setting yang unik, yang menurutku akan ada perpaduan jepang dan korea yang dapat membuat penonton terbayang-bayang dengan story yang masih dirahasiakan itu. Tapi, aku bangga dengan diriku sendiri tentunya, kalau aku dapat melihat secara live (streaming tentunya) adegan, serta yang terpenting… wawancara eksklusif dengan Vicky!!! Itu yang aku nanti-nantikan. Tapi sayangnya, wawancara itu baru akan ditayangkan setelah film itu dirilis, yang pasti akan sangat lama, mengingat shooting dilakukan diberbagai tempat. Waktu di jam dinding segitiga kamarku menunjukkan pukul 10.30. hari minggu. Seperti biasanya, tiap minggu pagi, aku selalu bangun lebih pagi dari sebelumnya, untuk meng-update blog, melihat notification Facebook dan Online streaming melihat kabar terbaru dunia selebriti. Untuk wanita 19 tahun, wajarkan kalau aku juga hobi internetan? Tiba-tiba pintu kamarku diketuk, dan suara Ibu memanggilku untuk segera siap-siap, karena hari ini, aku dan Ibu akan ke salon bersama-sama. “April, cepat! Ibu tidak punya banyak waktu. Kamu pasti internetan lagi ya, pagi-pagi…? Kalau tidak, ibu berangkat duluan nih… Bibi Nancy sudah di depan salon…”, sahut Ibu kencang, langsung membuat aku bergegas untuk mandi dan berpakaian rapi. Aku memang bukanlah pemandi yang lama, karena menurutku itu sebuah hal yang amat membosankan. Buat apa aku berlama-lama dikamar mandi, kalau aku bisa berjam-jam duduk di laptop seharian?. Tapi, ini yang selalu dipermasalahkan oleh Ibuku, karena mereka menganggap aku jorok dan, kadang Ibu tidak percaya aku sudah bersih mandi, dan kemudian menyuruh aku untuk mandi sekali lagi dengan Ibu menunggu di depan kamar mandi. Terpaksalah aku berlama-lama sedikit, kadang diiringi nyanyian kecil, agar Ibu percaya kalau aku wanita yang sedang “mandi”, padahal aku sudah sangat yakin aku mandi dengan amat bersih. Akhirnya, setelah 15 menit, aku sudah siap berpakaian, aku menemui Ibu di lantai dasar. “Cepat sekali mandinya, benaran mandi, atau Cuma cuci muka aja?”, tanya Ibu sinis. “Ibuku sayang, coba deh cium baunya… Shampo nya wangi kan… Aku juga udah pake lotion, dan parfum… ibu percaya ‘kan, aku sudah mandi??”, jawabku sambil memeluk Ibu, sambil bergegas ke mobil. “bu, hari ini, aku mau naik sepatu roda aja, mau jalan-jalan bentar lewat taman. Ibu duluan aja yah…”. “ya sudah, tadi seharusnya kamu bilang dulu, jadi Ibu bisa langsung pergi, kan ga enak sama Bibi Nancy, udah nunggu lama…”, jawab Ibu menasehatiku. Ibu memang orangnya bijaksana, dan sangat menghargai orang lain, maklumlah, semenjak Ayah meninggal dunia 2 tahun lalu, tepatnya 12 Desember 2008, Ibu dituntut untuk menjadi kepala rumah tangga sekaligus mengurus semua biaya untuk menghidupi aku. “Aku pergi dulu ya, Bu… Ntar aku bawain coklat buat bibi…”, aku langsung meluncur dengan sepatu rodaku.
Suasana pagi memang sangat indah. Aku tidak mau tinggal terlalu dekat dengan pusat kota, karena selain hiruk pikuk yang tidak bisa dianggap angin lalu aja, asap-asap kendaraan bisa merusak pagi yang seharusnya dihabiskan dengan sehat. Di taman tempat aku biasa lewat, tiap minggu pasti ada kumpulan nenek dan kakek lanjut usia yang sedang berolahraga ‘taiji’, kumpulan ibu-ibu yang yoga, dan kalau agak sedikit ke ujung taman ada lapangan voli, yang biasanya banyak cowok-cowok ganteng bermain basket. Karena masih pagi, tidak begitu banyak kendaraan yang lewat. Aku tidak bisa melewatkan waktu ini, untuk menutup mataku sejenak sambil meluncur dengan sepatu roda, menikmati angin pagi yang segar. Dari jauh, aku mendengar ada yang berteriak, namun aku tidak menghiraukannya. “Awas…”, dan saat aku membuka mata… Arrrrggghhh!!!!!... Bruuukkk…!!! Aku jatuh ditabrak oleh sebuah sepeda. Jelas saja aku marah, karena kaki kiriku sedikit lecet karena tubrukan tadi. “Eh, kamu… Gimana sih… Sembarangan ditengah… memangnya jalan milik kamu apa!!!”, seorang pria marah-marah sambil menegakkan kembali sepedanya. Aku langsung berdiri, lalu berbalik… Astaga… Cowok ini… sepertinya aku pernah lihat… tapi dimana yah… Ganteng walau berkacamata hitam, tinggi, sedikit atletis… tapi, aku segera sadar kalau dia jugalah yang marah-marah padaku… aku langsung membentak balik tanpa berpikir panjang, “Oh, jadi aku salah… kenapa kamu ga’ kontrol cara kamu bersepeda? Kok bisa, seorang cowok kayak kamu bisa jatuh dari sepeda, lalu nyolot… dasar, so not gentle!”, akupun langsung menginjak kakinya, dan meninggalkan pria itu dengan sebal.

= To be Continued =

No comments:

Post a Comment